Senin, 27 Maret 2017

Trip Tebing Keraton dan Bukit Bintang


Setelah seharian mengitari wilayah Bandung Barat dan malamnya ketemuan dengan Masrur (Pernah tercerita ketika trip ke Tanakita, Sukabumi) dan keluarganya di puncak Dago. Dari obrolan makam malam dengan Dilla istrinya Masrur kita sepakat besok paginya untuk bertemu di Tebing Keraton. Malam yang melelahkan, hingga gw ketiduran begitu saja.

Bandung Utara di Waktu Malam


Minggu, 19 Maret 2017
Mau bagaimanapun jam 5.30 selalu bangun, karena sepertinya badan ini sudah tersetting. Setelah sholat subuh dan menikmati hasil jepretan kemarin, perut terasa lapar dan hmm... si bungsu fero masih bobo unyu, ga tau nih bocah semalem tidur jam berapa. Jam 06.00 dibangunin, masih belum beranjak, 6.30 masih belum gerak juga. Hingga akhirnya kita turun untuk breakfast baru jam 07.00. Setelah sarapan kita melanjutkan jalan-jalan ke braga. Dua waktu yang indah bagiku adalah pagi dan malam hari, ketika jalanan tidak terlalu ramai oleh kendaraan.



 Selamat Pagi Bandung

TEBING KERATON

Waktu sudah menunjukkan pukul 8.30, dan kita harus segera meninggalkan kota untuk menuju ke kawasan Bandung Utara. Berbekal map google mengawali perjalanan dari kawasan Asia Afrika kita di arahkan melalui Cikutra. Google Map sempat miss, hingga kita terbawa kembali ke Dago Bawah. Sepertinya kita sudah terlalu kesiangan, jalanan Bandung sudah sangat padat. Sekitar jam 10.00 kita tiba di Tebing Keraton, disana sudah menunggu Masrur dan keluarganya. Satu hal yang gw nanti ketemu sama Alby anaknya yang lucu unyu unyu, mirip gw waktu kecil.. hehe
Jika kalian yang bawa mobil, mau ga mau harus parkir di bawah dan masih sangat lumayan untuk menuju lokasi. Tetapi di kawasan itu banyak ojek yang siap mengantarkan ke atas menuju tebing keraton. Disini ada 3 objek utama, dan itupun kita baru tahu setelah mau pulang, jd sudah ga sempet ke 2 objek lainnya. Dan menurutku, tebing keraton jauh seperti bayanganku,, menurutku sih biasa aja. Malah menurutku lebih keren view perjalanan antara tebing keraton ke bukit bintang

 Haiiii unyuuuuu


Modus exis,, wkwk


Ini view di perjalanan antara Tebing Keraton dan Bukit Moko


BUKIT MOKO, DERMAGA BINTANG, DAN PUNCAK BINTANG

12.05
Setelah melalui jalanan terjal nan berkelok-kelok di siang bolong dari Tebing Keraton ke Bukit Moko, akhirnya sampai juga. Tempat pertama yang kita kunjungi adalah warung makan. Masrur dan keluarga langsung menuju dermaga bintang. Aku dan Fero mampir dulu ke warung (lupa namanya), dengan membeli kupon seharga 25rb kita diberikan pilihan menu. Pemandangan dari warung tak kalah menarik dengan pemandangan yang disajikan sepanjang perjalanan, sampai aku tertidur lumayan lama di warung ini. Jam 13.00 kita baru melanjutkan menyusul Masrur dan keluarga ke puncak bintang. Melalui hutan pinus yang membuat sejuk suasana dan mata, kita sedikit memutar untuk menuju puncak bintang. Pemandangannya jauh lumayan bagus dibanding dengan Tebing Keraton menurutku. Tadinya gw sama fero mau melanjutkan ke Patahan Lembang, setelah melihat foto-foto yag dipampang di papan kayu, kitapun mengurungkan niat.. karena untuk menuju ke patahan lembang dibutuhkan 1,7 km lagi. Hingga kamipun bergegas untuk turun ingin melanjutkan ke Maribaya Lodge.


Perjalanan berkelok dan belum aspal ini kl mengambil rute dari Tebing Keraton


 Ratusan foto ekspresinya ga pernah berubah


Yes, I am



Masrur selalu punya style tersendiri dalam berfoto






Beberapa sudut di puncak bintang, ga sempet ke dermaga bintang,, matahari lg terik banget

CATATAN PENTING

Jalanan menuju bukit Moko baik dari Dago ataupun padasuka memiliki kesulitan tersendiri bagi orang yang sering berkendara di Jakarta. Jalanan tidak terlalu lebar dan nanjak. Satu hal yang sampai saat ini aku sangat sangat bersyukur kepada Alloh SWT dan selalu masih ada rasa pengen bilang Terima Kasih dan terima kasih Ya Alloh pada saat kita turun dari Bukit Moko, jalanan memang terus menurun dan satu-satunya hal yang bisa gw andalkan hanya rem. Hingga disuatu jalan yang sangat menurun itu aku menyadari bahwa rem motor yang kukendarai blong, rem depan tepatnya. Padahal sedari awal kita tau rem belakang tidak terlalu bekerja alias kurang pakem. Syukur Alhamdulillah aku masih bisa mengontrol laju motor menggunakan sandal gunung yang gw pakai saat itu. Hingga akhirnya aku syok dan aku belokkan motor di depan pintu sebuah villa yang mempunyai space lebar untuk mematahkan laju motor. Dan sesaat itu juga aku melihat anak kecil menghampiri sambil berkata "remnya blong a". Gw masih belum bisa berkata-kata antara syok dan kenapa tiba-tiba anak itu tahu. Fero karena posisi dibelakang mungkin kurang merasakan apa yang gw rasain. Anak kecil itu masuk kedalam rumah dan kembali membawa ember berisi air. Disiram-siramkan air itu ke rem motor, dan sesaat rem yang td blong langsung bisa lagi. Ini benar-benar pelajaran penting bagi gw. Bertahun-tahun punya motor tapi aku ga tau hal sepele ini. Setekah itu ada sedikit obrolan kecil kita dengan anak itu, seperti aku tanya kog tahu tadi kalau remku blong.. Tapi jawabannya malah membuatku makin stress, semakin syok dan perasaan ga jelas.
Jadi menurut anak itu, sejak Bukit Moko yang sekarang lebih dikenal sebagai Bukit Bintang dijalanan tersebut total sudah ada 54 orang meninggal, dan tepat dimana motorku berhenti dan teapt dimana kita berdiri saat itu 4 orang meninggal. Semua karena hal yang sama, rem blong dan jenis motor yang sama matic.
Jadi karena mungkin terlalu sering jadi anak itu langsung mengerti apa yang terjadi pada kita saat itu. Memang ketika disaat hal panik ketika rem blong untuk beberapa kondisi kecepatan dan kontrol penguasaan kendaraan bisa saja berpikiran seperti aku td untuk langsung membelokkan ke tempat yang dirasa tepat, tapi tanpa perhitungan yang tepat juga 4 orang tersebut akhirnya menabrak dengan kencang dinding pagar villa itu. Tetiba sesaat anak itu bercerita gw kayak merasakan rasa-rasa korban itu.
Setelah kejadian itu, tak berhenti-berhenti Istiqfar sambil naek motor pelan kayak orang jalan kaki. Hingga akhirnya kita menemukan bengkel untuk memastikan motor yang kita kendarai baik-baik saja.
Rencana kita ke Maribaya Lodge pun gagal, karena jalan yang gw lewati nembus-nembus sudah di cicaheum. Akhirnya kita makan di Surabi NHI sembari mengenang jalanan semasa kuliah di Poltekpos melalui kosan di Ciwaruga dan melewati kampus di Sarijadi menuju stasiun pas sampai Magrib.
Dengan perasan senang kitapun kembali ke Jakarta. 
Ga sabar merencanakan trip selanjutnya,,, so see u on next trip

Sesuatu akan terlihat tidak mungkin sampai saat semuanya selesaiNelson Mandela

Jumat, 24 Maret 2017

Trip ke Gunung Hawu dan Sanghyang Heuleut Padalarang

Mukadimah:
Setelah 2 minggu yang lalu kita berhasil mengobati rasa kangen akan naek Gunung dg ngetrak ke Gunung Munara, perasaan rindu dan haus itu makin merajalela hingga akhirnya kita akan melanjutkan perjalanan kita mencari Gunung yang tidak terlalu tinggi dan bisa dijangkau dalam hitungan maksimal 2 jam. Setelah searching ke mbah gugel gw putuskan untuk melakukan perjalanan mencari bukit di Bandung Barat tepatnya di Padalarang. Setelah minggu kemarin kita gagal membeli tiket dikarenakan kehabisan, akhirnya niat suci ini baru bisa terkabul weekend ini.

Sabtu, 18 Maret 2017
Tiket tertera 05.00, jadi kita harus menyiapkan mengumpulkan nyawa jam 04.00. Ya perjalanan ini mau ga mau dan terpaksa harus mengajak seonggok anak manusia yang sudah gw ceritakan di perjalanan sebelumnya. Trip kita kali ini di awal kita rencanakan sebagai trip ekonomi, karena kondisi keuangan yang masih belum stabil. Dengan 2 tiket kereta Argo Parahyangan seharga 80rb/tiket di tangan kita siap memulai trip kita kali ini. Dan ternyata ini trip pertama Feri naek kereta jauh, biasa mentok di KRL. Dalam hati gw cmn berharap moga nih anak ga mabok.. wkwk
Ga seperti yang gw bayangin sebelumnya ternyata kereta ekonomi sekarang sangat jauh berbeda seperti 5 tahun yang lalu (terakhir naek kereta ekonomi)

Penampakan di dalam kereta

Perjalanan menggunakan kereta api ekonomi ini menyiksa untuk orang seperti aku yang memiliki tinggi 178 cm, tapi ga berlaku untuk fero dengan tinggi 165 cm.
Dan akhirnya kami tiba juga di stasiun Bandung, gw segera menghubungi sewa motor yang sebelumnya sudah kita booking. Ternyata, nomor yg aku dapat dari internet hanya bersifat agen, yang kemudian kita diarahkan lagi ke pemilik motor. Dengan harga sewa sehari 120  rb dan ongkos antar 40 rb, menurutku lumayanlah dari pada kita hrs naek turun angkutan umum. Sedikit ada masalah si agan yang punya motor pas lagi sakit, hingga akhirnya istrinya yang mengantar,, sempet molor dari jam 8 pagi baru tiba jam 10. Tapi ada untungnya juga kita jadi jalan-jalan dan hunting foto di alun-alun dan sempet menitipkan 1 tas ke hotel, jadi lumayan enteng pas kita ngetrip bawaannya. Oh iya 5 hari sebelumnya kita sudah booking hotel raflesshom di daerah alun-alun dengan sewa 320rb/malam plus breakfast.

18 Maret 2017 pukul 10.15

GUNUNG HAWU
 
Kita memulai perjalanan dari kawasan Jl Asia Afrika dengan tujuan pertama Gunung Hawu di Padalarang. Berbekal map google kita mengarah menuju lokasi. Hingga akhirnya belokan menuju lokasi kita tidak menemukan satu petunjuk apapun, sampai kita tidak begitu yakin apakah benar map google memberi petunjuk yang benar. Hingga akhirnya kita tanya orang yang kita temui telah meyakinkan kita bahwa kita berada di jalan yang benar. Jalanan menuju lokasi nanjak, bebatuan kapur dengan tekstur tanah liat. Perpaduan batu dan lumpu ditambah tanjakan yang terjal,, sempurna untuk trek pertama. Semakin keatas tidak ada satu orangpun yang bisa kita temui, benar-benar sepi. Kita sempet tidak yakin, karena tempat ini benar-benar sepi dan hampir tidak ada jejak-jejak kehidupan.

Jalan menuju lokasi Gn Hawu
Menuju puncak jalanan setapak dipenuhi oleh rumput liar yang menjulang tinggi, disini kita hrs memarkir kendaraan di bawah untuk melanjutkan jalan kaki sekitar 100 meter. Di akhir pendakian serasa private vacation, hanya kita berdua. Hammock yang bertebaran yang gw lihat di instagram sudah tidak ada lagi kecuali bekas-bekas besi yang menancap mungkin sebagai pengikat tali hammock. Di atas pandangan begitu luas dengan 360 derajat pandangan, mulai dari kota, danau, sawah dan gunung batu.





Karena begitu menikmati pemandangan dan suasana yang damai, kita hingga lupa bahwa jam sudah menunjukkan jam makan siang dan masih beberapa list tempat yang harus kita kunjungi.

SAHYANG HEULEUT

Setelah makan siang dan sholat kita melanjutkan perjalanan ke Sahyang Heuleut, etimasi perjalanan di google map sekitar 1 jam. Ok,jam 1 siang kita melanjutkan perjalanan menuju sahyang heuleut. Ternyata perjalanan memang lumayan jauh ditambah jalanan yang dipenuhi kendaraan-kendaraan besar dan gerimis. Seperti perkiraan kita tiba di Sahyang Heuleut jam 2 siang. Mamarkir kendaraan kami di warung kami dihampiri orang yang menawarkan jasa untuk menjadi gaet untuk menuju lokasi. Sblmnya saya sempat bertanya memang harus menggunakan gaet untuk ke lokasi, kemudian dijelaskan bahwa untuk menuju lokasi banyak jalan dan bisa saja kami tersesat kalau tidak didampingi. Ya sudahlah dalam hati, hitung-hitung ikut membantu warga sekitar. Untuk gaet biaya yang dikeluarkan 80rb plus tips 20 rb. Tadinya kita sempat kaget juga saat dikasih tau bahwa menuju lokasi dibutuhkan sekitar 1 jam perjalanan, pulang pergi 2 jam perjalanan. Tapi ya sudahlah yah sudah tanggung untuk kami mencapai tempat ini.
Kebetulan saat itu sedang gerimis, perjalanan ini benar-benar diluar dugaan kami. Medan yang lumayan berat, trek yang naek turun, berjalan diatas lumpur, batu, kayu sampai air. Perjalanan yang sepertinya tidak sampai-sampai. Gerimis terus turun dan gw pun ga bisa bedain badan ini basah karena air hujan atau keringat. Sepanjang perjalanan kita disuguhkan hijaunya pemandangan dan aliran panjang sungai yang dipenuhi batu-batu besar. Setelah naek turun, nyebrang sungai 2 kali dan perjalanan panjang akhirnya kita tiba di spot, trip kali ini kita sangat kurang beruntung, hujan yang turun dari pagi membuat aliran menjadi keruh karena terbawa materi lumpur. Kl feri bilang ga beda jauh sama sungai dibelakang rumah dia di Lampung. Tapi aku berusaha untuk menikmati, begitu tiba di lokasi aku langsung lepas baju dan segera berenang di sahyang walaupun kondisi air yang sangat coklat.

Pipa dari bendungan untuk pembangkit listrik

Lokasi utama Sahyang Heleut (harusnya airnya bening, kita datang disaat kurang beruntung)

Treck menuju lokasi

Ga banyak foto yang bisa kita ambil disini, karena gerimis yang terus turun kita jd males untuk mengeluarkan kamera, ditambah kondisi tubuh yang sudah sangat letih.
Ketika pulang, gw sungguh sangat terheran-heran yang kebetulan pada saat itu kita pulang barengan dengan ibu penjual warung yang mempunyai anak kecil. Ibu itu dengan tentengan dipunggung dan ditangan sama sekali tidak merasakan letih seperti gw sama feri, begitu anak ceweknya yang mungkin masih SD kelas 4 begitu ringan langkahnya walaupun medan begitu sulit, apalagi ditambah gerimis yang membuat jalanan makin licin. Belum juga gaet kami yang sedari awal hingga akhir tujuan berjalan sambil memasukkan tanggannya dalam kantong celana. Gw dan feripun berusaha untuk mengimbangi langkah mereka, tapi ya apalah daya hingga akhirnya ibu dan anknya itupun minta ijin untuk mendahului kita,,,, wkwk. Yang gw ga habis pikir, dengan perjalanan yang begitu berat.. minuman yang dijual itu ga fantatis dengan pengorbanannya. Satu gelas susu indomilk dijual 5 rb, belum kita ngeributin ibu-ibunya untuk meminta kantong untuk tempat pakaian basah kita.. Ya Alloh,,, nikmat mana yang aku dustakan. Syukur mana yang aku lewatkan. Inilah indahnya sebuah perjalanan, banyak hal yang bisa temui. Banyak ciptaan Alloh yang begitu sempurna. Banyak pelajaran yang kita temui.

Sekitar 300 meter kita parkir terdapat pemandian air panas, jadi pemandian ini dibagi 2 langsung dari pancuran dan yang sudah di tampung di bak dalam kamar-kamar. Kitapun ga melewatkan kesempatan itu begitu sampai kita langsung menuju pemandian, sembari bersih-bersih badan, berendam juga menghilangkan pegal-pegal dari perjalanan yang baru saja kita lalui. Keluar berendam badan berasa fresh lagi. Dan kita siap untuk melanjutkan perjalanan kembali ke kota.

Dan lagu yang mengiringi perjalanan gw kali ini adalah One Direction - History

Memiliki tujuan di akhir perjalanan adalah sesuatu yang bagus, tapi pada akhirnya, yang penting adalah perjalanannya.

Salam, #selaluadaalasanuntukbersyukur

Kamis, 09 Maret 2017

Trip ke Gunung Munara

3 Maret 2017
Tahu bulat di goreng dadakan.. wkwk
Memang kalau yang dadakan itu enak, yah kaya tahu bulat. Ceritanya berawal dari gw yang pengen banget pergi ke Bandung.  Naek kereta terus nyari sewaan motor buat ngetrip di Bandung. Tapi takdir berkata laen, tiket ke Bandung sudah penuh semua.
After Jumatan, iseng buka2 tempat wisata yang deket2 dari Jakarta, sampe akhirnya ketemu tempat yang memang banget gw pengen, gunung tapi ga terlalu tinggi. Gw langsung pengen banget pergi ke tempat ini, kenapa?? karena gw udah kangen banget gunung (terakhir jaman SMA, krn dulu satu2nya kegiatan extra kulikuler yang gw ikutin cuman pecinta alam), merasakan nafas ngos-ngosan dibawah cakrawala, diatas lumpur dan diantara dedaunan jatuh.
Berhubung temen-temen seumuran gw pada sibuk gendong anak jd gw ngajak orang yang pada usianya masih haus akan jalan-jalan,, haha,, maaf ga ada kata-kata laen. So, kenalin namanya Feri Romadhona, gw suka nyingkat manggil fero. Berawal dari tim dalam satu project yang sama, gw jd kenal deket sm nih anak.. cerita tentang fero nanti dilanjutin sambil jalan. Jadi, bak gayung bersambut Fero langsung bilang, yaudah subuh kita jalan. Ok, akhirnya kita sepakati untuk memudahkan keberangkatan kita, fero malamnya nginep dikosan gw di daerah Cempaka Putih. Malam sekitar jam 22.00 fero datang ditemani satu temennya.

4 Maret 2017
Kesepakatan kita untuk berangkat subuh molor, fero baru ngehubungin gw jam 6.30, dan seperti weekend biasanya gw masih mager banget diatas kasur. Sampai akhirnya jam 07.00 gw nyamperin fero di kosan gw yang cuman berjarak 100 meter dari rumah gw. Disana sudah ada satu temen fero, namanya Nanang. Namanya juga dadakan, bahkan gw lupa buat lihat peta lokasinya. Alhasil menjelang keberangkatan kita baru cek map lokasi, untung si fero pernah setahun tinggal di daerah-daerah sana, jd setelah lihat map dia langsung paham. Jam 7.15 kita jalan dari rumah, dengan 2 motor, gw sendiri dan fero boncengan sm Nanang. Baru jalan 1 km, gw ragu apa dompet sudah kebawa, setelah gw cek di dalam tas gw ga nemuin dompet gw. Dan akhirnya gw putusin buat balik lagi, sementara fero sm nanang ke pom bensin. Ribet nyari-nyari di kamar dompet ga ketemu, dan gw baru inget ternyata dompet ada di kotak motor bawah setir, haha,,, maklum usia,,, Gw samperin fero di pom bensin, kemudian kita lanjut sarapan di KFC, ambil paket breakfast combo bertiga habis Rp.96.000 (oke, ini pengeluaran pertama ya)
Perjalanan kita mulai, berangkat dari Cempaka Putih jam 08.15. Jalanan sabtu itu terbilang lumayan sepi, hingga akhirnya kita melalui jalur padat merayap di lebak bulus. Jalanan menuju lokasi terbilang lumayan lah ga ancur-ancur banget. Dari lebak bulus kita menuju Parung, dari pasar Parung kita belok kanan disini jalanan cukup padat merayap, jalurnya ga terlalu lebar. Ribet pas ada truk besar, susah nyalipnya. Dijalanan ini pula polisi tidurnya ngeselin, ga terlalu tinggi tapi cukup terasa.
Dalam perjalanan ini mata juga harus tajam, krn tanda menuju tempat ini bisa terlewatkan oleh mata. Seperti yang terjadi dengan perjalanan kita, kita sempat kelewat tapi ada untungnya juga kita bisa berhenti di Indomaret dan mengisi perbekalan. Roti, minuman, tissue dan tissue basah kira-kira habis Rp.70.000. Tidak jauh dari jalan utama, setelah ada penunjuk situs Gunung Munara sekitar 300 meter tersedia lokasi parkir, jalan menuju lokasi parkir pas digunakan untuk 1 mobil.


Jika sudah menemukan tanda ini lokasi sudah dekat

 Tempat terakhir pemberhentian motor dan mobil

Setelah memasuki lokasi ada tiket retribusi sebesar Rp. 5.000/orang, dan untuk parkir per motor kl ga salah Rp. 3.000, lupa karena waktu itu si fero yang bayar.
Kita sampai disini pukul 10.05, dan langsung tidak sabar untuk mendaki gunung Munara. Melalui sungai dan perkebunan warga dan lagi-lagi ada pungutan dari warga setempat dengan alibi untuk uang kebersihan, walau seikhlasnya tetap dimintai perorang. Trek awal tidak terlalu extrem tetapi cukup membuat nafas habis dan keringat mengalir. Kebetulan cuaca disana saat itu juga cukup panas.
Hingga tiba di pemberhentian warung  pertama terjadi sebuah tragedi, si Nanang sepertinya sudah tidak bisa melanjutkan perjalanan. Beberapa kali dia bilang menyerah dan sepertinya tidak bisa melanjutkan sampai akhirnya tega tak tega kami meninggalkannya di warung.

Si fero exist dengan nenek

Tidak jauh setelah kita meninggalkan nanang, kita bertemu dengan nenek yang sepertinya baru saja turun dari atas gunung. Disaat kita dengan usia muda sudah hampir kehabisan nafas, sang nenek yang dengan kondisi kakinya yang sakit ini sepertinya tidak merasa lelah sedikitpun.. benar-benar salut kita dengan sang nenek ini, sampai si fero heboh minta difoto bareng dengan sang nenek.
Ternyata di Gunung Munara terhitung ada beberapa penjual, jadi kita tidak khawatir kehausan atau lapar dalam perjalanan menuju puncak. 
Tiba di Pos 3, pemandangan di bawah sudah mulai cukup menakjubkan, hamparan pematang sawah nampak begitu eksotik. Tapi dan lagi-lagi ada pungutan lagi yang mewajibkan kita membayar Rp. 5000/orang dan kita nama kita di data di sebuah buku di sebuah gubuk yang sepertinya dikelola oleh sebuah ormas.
Tak ingin lama-lama kami segera mensegerakan langkah kita menuju puncak, hingga kita tiba di sebuah batu tinggi yang terbelah. Butuh kehati-hatian untuk menuju ke atas karena batunya lumayan licin. Setelah kita menaikinya kita baru sadar ternyata ada jalan lain yang lebih bersahabat,, Memang di beberapa lokasi petunjuk tidak ada jadi jika salah kita bisa terkecoh menuju jalan yang tidak berujung di puncak tetapi entah kemana. Setelah beberapa kali mengambil gambar dan menggodai neng-neng yang kebetulan ada di situ kita melanjutkan lagi perjalanan hingga tiba di sebuah batu tinggi yang telah disediakan tali untuk memanjatnya. Kita kurang tahu disebut apa tempat ini. Disaat aku dan fero asik berfoto-foto diatas batu tiba-tiba si nanang yang tertinggal di warung berhasil menyusul kita, alhasil kita bertiga narsis-narsisan diatas puncak batu. Puncak Batu ini tidak bisa digunakan oleh banyak orang karena posisi puncaknya yang memang lumayan sempit dan dikelilingi tebing-tebing curam, beberapa kali kaki ini terasa gemetar di kala harus berdiri untuk mengambil gambar. Ga terasa hampir 1,5 jam kita menghabiskan waktu ditempat ini. Dan kebetulan ada warung dibawah batu ini, kita ngobrol-ngobrol dengan pedagangnya,, ada hal yang membuat kita terpana, karena yang sedari awal kita menyangka ini adalah puncak Gunung Munara ternyata masih ada puncak tertingginya lagi,, haha. Padahal tenaga dan banyak gaya sudah kita habiskan untuk befoto-foto disini.
 Jalur menuju atas batu



Numpang exis

Dengan petujuk tukang warung kita menyusuri jalanan, tak lama setelah warung ada sebuah musholla sederhana dan lumayan bersih. Sehabis sholat kita melanjutkan ke puncak. Dan ternyata jaraknya ga terlalu jauh, setelah berjalan 15 menit kita sampai ke puncak Gunung Munara. Disana sudah mulai rame oleh orang-orang yang tadi kita temui ketika dalam pendakian. Memang tak bisa dipungkiri puncak Gunung Munara mempesona, mata kita begitu leluasa memandang keeksotisan pemukiman dan hamparan sawah hijau dari atas.  Ada satu hal yang begitu menarik perhatian gw, tatkala melihat tingkah anak ABG berfoto dengan kata-kata diatas kertas yang selama ini juga sering gw lihat di IG. Hingga akhirnya ABG ini meminjamkan kertas dan spidolnya untuk kita. Haha... yeahhh, lumayan buat diupload di IG.. wkwk





Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 14.00, karena filling gw mau turun hujan dan sepertinya memang sudah lama juga kita menghabiskan waktu kita dan harus kembali ke Jakarta. Turunpun ternyata juga lumayan capek, capek menahan beban tubuh.. Tapi perjalanan ini benar-benar membuat bahagia, ga perlu jauh-jauh untuk menciptakan petualangan baru. 

Soundtrak lagu perjalanan gw kali ini Lyla - Turis

Mengutip status facebok fero :
"Hasil tidak pernah menghianati proses"
Jatuh bangun, lelah seolah ingin menyerah, hujan, panas dan segala hambatannya akan terbayar jika kita ttp memilih untuk maju menghadapinya..begitu juga hidup!
Keep semangat sabtu minggu..beranjak dari kasur empukmu gaes

dan mulai saat itu kita akan menghabiskan weekend kita untuk mencoba petualangan baru, karena hari itu juga kita membuktikan bahwa kebahagiaan tidak melulu soal uang, bahagia itu sederhana.



Salam, #selaluadaalasanuntukbersyukur