Setelah seharian mengitari wilayah Bandung Barat dan malamnya ketemuan dengan Masrur (Pernah tercerita ketika trip ke Tanakita, Sukabumi) dan keluarganya di puncak Dago. Dari obrolan makam malam dengan Dilla istrinya Masrur kita sepakat besok paginya untuk bertemu di Tebing Keraton. Malam yang melelahkan, hingga gw ketiduran begitu saja.
Bandung Utara di Waktu Malam
Minggu, 19 Maret 2017
Mau bagaimanapun jam 5.30 selalu bangun, karena sepertinya badan ini sudah tersetting. Setelah sholat subuh dan menikmati hasil jepretan kemarin, perut terasa lapar dan hmm... si bungsu fero masih bobo unyu, ga tau nih bocah semalem tidur jam berapa. Jam 06.00 dibangunin, masih belum beranjak, 6.30 masih belum gerak juga. Hingga akhirnya kita turun untuk breakfast baru jam 07.00. Setelah sarapan kita melanjutkan jalan-jalan ke braga. Dua waktu yang indah bagiku adalah pagi dan malam hari, ketika jalanan tidak terlalu ramai oleh kendaraan.
Selamat Pagi Bandung
TEBING KERATON
Waktu sudah menunjukkan pukul 8.30, dan kita harus segera meninggalkan kota untuk menuju ke kawasan Bandung Utara. Berbekal map google mengawali perjalanan dari kawasan Asia Afrika kita di arahkan melalui Cikutra. Google Map sempat miss, hingga kita terbawa kembali ke Dago Bawah. Sepertinya kita sudah terlalu kesiangan, jalanan Bandung sudah sangat padat. Sekitar jam 10.00 kita tiba di Tebing Keraton, disana sudah menunggu Masrur dan keluarganya. Satu hal yang gw nanti ketemu sama Alby anaknya yang lucu unyu unyu, mirip gw waktu kecil.. hehe
Jika kalian yang bawa mobil, mau ga mau harus parkir di bawah dan masih sangat lumayan untuk menuju lokasi. Tetapi di kawasan itu banyak ojek yang siap mengantarkan ke atas menuju tebing keraton. Disini ada 3 objek utama, dan itupun kita baru tahu setelah mau pulang, jd sudah ga sempet ke 2 objek lainnya. Dan menurutku, tebing keraton jauh seperti bayanganku,, menurutku sih biasa aja. Malah menurutku lebih keren view perjalanan antara tebing keraton ke bukit bintang
Haiiii unyuuuuu
Modus exis,, wkwk
Ini view di perjalanan antara Tebing Keraton dan Bukit Moko
BUKIT MOKO, DERMAGA BINTANG, DAN PUNCAK BINTANG
12.05
Setelah melalui jalanan terjal nan berkelok-kelok di siang bolong dari Tebing Keraton ke Bukit Moko, akhirnya sampai juga. Tempat pertama yang kita kunjungi adalah warung makan. Masrur dan keluarga langsung menuju dermaga bintang. Aku dan Fero mampir dulu ke warung (lupa namanya), dengan membeli kupon seharga 25rb kita diberikan pilihan menu. Pemandangan dari warung tak kalah menarik dengan pemandangan yang disajikan sepanjang perjalanan, sampai aku tertidur lumayan lama di warung ini. Jam 13.00 kita baru melanjutkan menyusul Masrur dan keluarga ke puncak bintang. Melalui hutan pinus yang membuat sejuk suasana dan mata, kita sedikit memutar untuk menuju puncak bintang. Pemandangannya jauh lumayan bagus dibanding dengan Tebing Keraton menurutku. Tadinya gw sama fero mau melanjutkan ke Patahan Lembang, setelah melihat foto-foto yag dipampang di papan kayu, kitapun mengurungkan niat.. karena untuk menuju ke patahan lembang dibutuhkan 1,7 km lagi. Hingga kamipun bergegas untuk turun ingin melanjutkan ke Maribaya Lodge.
Perjalanan berkelok dan belum aspal ini kl mengambil rute dari Tebing Keraton
Ratusan foto ekspresinya ga pernah berubah
Yes, I am
Masrur selalu punya style tersendiri dalam berfoto
Beberapa sudut di puncak bintang, ga sempet ke dermaga bintang,, matahari lg terik banget
CATATAN PENTING
Jalanan menuju bukit Moko baik dari Dago ataupun padasuka memiliki kesulitan tersendiri bagi orang yang sering berkendara di Jakarta. Jalanan tidak terlalu lebar dan nanjak. Satu hal yang sampai saat ini aku sangat sangat bersyukur kepada Alloh SWT dan selalu masih ada rasa pengen bilang Terima Kasih dan terima kasih Ya Alloh pada saat kita turun dari Bukit Moko, jalanan memang terus menurun dan satu-satunya hal yang bisa gw andalkan hanya rem. Hingga disuatu jalan yang sangat menurun itu aku menyadari bahwa rem motor yang kukendarai blong, rem depan tepatnya. Padahal sedari awal kita tau rem belakang tidak terlalu bekerja alias kurang pakem. Syukur Alhamdulillah aku masih bisa mengontrol laju motor menggunakan sandal gunung yang gw pakai saat itu. Hingga akhirnya aku syok dan aku belokkan motor di depan pintu sebuah villa yang mempunyai space lebar untuk mematahkan laju motor. Dan sesaat itu juga aku melihat anak kecil menghampiri sambil berkata "remnya blong a". Gw masih belum bisa berkata-kata antara syok dan kenapa tiba-tiba anak itu tahu. Fero karena posisi dibelakang mungkin kurang merasakan apa yang gw rasain. Anak kecil itu masuk kedalam rumah dan kembali membawa ember berisi air. Disiram-siramkan air itu ke rem motor, dan sesaat rem yang td blong langsung bisa lagi. Ini benar-benar pelajaran penting bagi gw. Bertahun-tahun punya motor tapi aku ga tau hal sepele ini. Setekah itu ada sedikit obrolan kecil kita dengan anak itu, seperti aku tanya kog tahu tadi kalau remku blong.. Tapi jawabannya malah membuatku makin stress, semakin syok dan perasaan ga jelas.
Jadi menurut anak itu, sejak Bukit Moko yang sekarang lebih dikenal sebagai Bukit Bintang dijalanan tersebut total sudah ada 54 orang meninggal, dan tepat dimana motorku berhenti dan teapt dimana kita berdiri saat itu 4 orang meninggal. Semua karena hal yang sama, rem blong dan jenis motor yang sama matic.
Jadi karena mungkin terlalu sering jadi anak itu langsung mengerti apa yang terjadi pada kita saat itu. Memang ketika disaat hal panik ketika rem blong untuk beberapa kondisi kecepatan dan kontrol penguasaan kendaraan bisa saja berpikiran seperti aku td untuk langsung membelokkan ke tempat yang dirasa tepat, tapi tanpa perhitungan yang tepat juga 4 orang tersebut akhirnya menabrak dengan kencang dinding pagar villa itu. Tetiba sesaat anak itu bercerita gw kayak merasakan rasa-rasa korban itu.
Setelah kejadian itu, tak berhenti-berhenti Istiqfar sambil naek motor pelan kayak orang jalan kaki. Hingga akhirnya kita menemukan bengkel untuk memastikan motor yang kita kendarai baik-baik saja.
Rencana kita ke Maribaya Lodge pun gagal, karena jalan yang gw lewati nembus-nembus sudah di cicaheum. Akhirnya kita makan di Surabi NHI sembari mengenang jalanan semasa kuliah di Poltekpos melalui kosan di Ciwaruga dan melewati kampus di Sarijadi menuju stasiun pas sampai Magrib.
Dengan perasan senang kitapun kembali ke Jakarta.
Ga sabar merencanakan trip selanjutnya,,, so see u on next trip
Sesuatu akan terlihat tidak mungkin sampai saat semuanya selesaiNelson Mandela
Tidak ada komentar:
Posting Komentar